
Banyuwangi – Kabar tak sedap kembali menyeruak dari proses produksi PT Sinergi Gula Nusantara (PT SGN), khususnya di Unit Pabrik Gula Glenmore Banyuwangi. Kali ini, muncul dugaan adanya praktik pungutan liar (pungli) yang menimpa para petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR), yang berpotensi mengancam program ketahanan pangan yang diusung pemerintah dalam upaya mewujudkan swasembada gula nasional.
Sejumlah petani anggota APTR yang bermitra dengan PT SGN di Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mengeluhkan adanya pemotongan harga tebu mereka. Setiap kwintal tebu yang mereka hasilkan, dikabarkan dipotong minimal Rp50. Dengan target giling PT SGN Glenmore tahun 2024 yang mencapai 1 juta ton, jumlah ini dapat menghasilkan total pungutan sebesar Rp500 juta, sebuah angka yang sangat besar dan dianggap memberatkan para petani.
Menurut keterangan salah satu petani yang enggan disebutkan namanya, pemotongan tersebut disebutkan untuk mendanai operasional kegiatan Forum Temu Kemitraan. “Katanya, pemotongan Rp50 per kwintal itu untuk operasional kegiatan Forum Temu Kemitraan,” ungkap H, seorang anggota APTR, pada Selasa (6/8/2024).
Ironisnya, para petani menilai bahwa biaya Forum Temu Kemitraan seharusnya menjadi tanggung jawab PT SGN sendiri, bukan dibebankan kepada mereka. Situasi ini semakin memanas ketika Manager Tanaman PT SGN Unit Pabrik Gula Glenmore, Anjar Ramadhani, memilih bungkam dan enggan memberikan komentar saat dimintai keterangan oleh wartawan.
Masyarakat berharap pihak Direksi PT SGN segera merespons isu dugaan pungli yang terjadi di tingkat petani ini. Mengingat bahwa pemerintah sedang gencar merealisasikan program ketahanan pangan nasional, termasuk ketahanan gula nasional, mereka khawatir jika persoalan ini tidak segera diselesaikan, akan mengganggu kelancaran musim giling dan stabilitas di masa mendatang.
“Kalau masalah pungli ini dibiarkan berlarut-larut, tentu akan berdampak pada niat baik pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan. Selain itu, bisa memicu gangguan di lapangan saat musim giling tahun depan,” ujar seorang petani yang berharap fenomena ini mendapat perhatian serius dari pihak terkait.
Fenomena ini menjadi catatan serius bagi PT SGN, yang seharusnya mengutamakan kesejahteraan petani dalam rantai produksinya demi tercapainya ketahanan pangan nasional yang stabil dan berkelanjutan.