Mantan Menteri Pertanian (Mentan) periode 2004-2009, Anton Apriyantono, menilai bahwa keberlanjutan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat lebih terjamin jika diselaraskan dengan program swasembada pangan.
“Anggaran MBG yang sangat besar akan lebih bermanfaat bila sebagian dialokasikan untuk mencapai swasembada pangan, sehingga kebutuhan pangan dalam program ini dapat dipenuhi sendiri tanpa harus terlalu bergantung pada impor,” ujar Anton kepada wartawan, Rabu (29/1/2025).
Ketergantungan pada Impor dan Dampaknya
Anton menyoroti bahwa saat ini pelaksanaan MBG masih bergantung pada bahan pangan impor, yang dalam jangka panjang berpotensi menguras anggaran negara tanpa memberikan dampak signifikan bagi petani, peternak, dan nelayan dalam negeri.
“Jika pengadaan bahan makanan terus bergantung pada impor, maka anggaran yang besar ini hanya akan menguntungkan pedagang, importir, dan pengusaha tertentu, sementara petani dan produsen pangan lokal tidak merasakan manfaatnya,” tegasnya.
Alokasi Anggaran untuk Infrastruktur Pertanian
Lebih lanjut, Anton menyarankan agar sebagian anggaran MBG juga dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur pertanian, peternakan, dan perikanan, agar ketahanan pangan nasional dapat diperkuat.
“Kalau infrastruktur pertanian dikembangkan, MBG bisa terus berjalan dengan anggaran lebih efisien. Tapi jika modelnya masih seperti sekarang, program ini hanya akan menjadi beban anggaran tanpa dampak jangka panjang bagi produksi pangan nasional,” jelasnya.
Penyesuaian Menu Berdasarkan Kearifan Lokal
Anton juga mengingatkan bahwa menu MBG tidak bisa disamaratakan secara nasional, karena kebutuhan dan ketersediaan bahan pangan di tiap daerah berbeda.
“Yang penting adalah memastikan pemenuhan gizi minimum bagi masyarakat, bukan hanya sekadar menyeragamkan jenis makanan yang diberikan,” katanya.
Anton menekankan bahwa kemampuan menyusun menu berbasis pasokan pangan lokal adalah kunci keberhasilan MBG, agar manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh produsen pangan di dalam negeri.
Pentingnya Pendampingan dan Sekolah Lapang untuk Petani
Selain alokasi anggaran yang lebih tepat, Anton juga menyoroti pentingnya pendampingan bagi petani, peternak, dan nelayan agar mereka bisa meningkatkan produksi.
“Program intensifikasi pertanian yang dilakukan pemerintah masih didominasi oleh bantuan-bantuan, tetapi tanpa pendampingan yang optimal,” kata Anton.
Ia menyarankan agar pemerintah memperkuat program Sekolah Lapang, yang dapat berfungsi sebagai tempat belajar petani sekaligus wadah kerja bagi para penyuluh pertanian.
“Jika Sekolah Lapang dijalankan dengan baik, petani tidak hanya menerima bantuan, tetapi juga dibekali keterampilan untuk meningkatkan produksi mereka secara berkelanjutan,” tutup Anton Apriyantono.
Makan Bergizi Gratis Harus Sejalan dengan Ketahanan Pangan
Dengan anggaran yang besar, Program Makan Bergizi Gratis seharusnya tidak hanya menjadi program jangka pendek, tetapi juga menjadi bagian dari strategi ketahanan pangan nasional. Anton menekankan bahwa jika MBG dikombinasikan dengan upaya swasembada pangan, maka Indonesia tidak hanya dapat menyediakan makanan bergizi bagi masyarakat, tetapi juga memperkuat kemandirian pangan dan kesejahteraan petani, peternak, serta nelayan lokal.