Produksi padi di Kabupaten Barito Timur pada tahun 2024 mengalami penurunan signifikan, dari 40.091 ton pada tahun 2023 menjadi 38.315 ton. Meski penurunan ini tampak kecil secara angka, dampaknya cukup besar bagi ketahanan pangan daerah. Faktor utama yang menyebabkan penurunan tersebut adalah cuaca ekstrem akibat fenomena El Nino. Situasi ini menegaskan bahwa pertanian Indonesia, khususnya di daerah seperti Barito Timur, masih sangat rentan terhadap perubahan iklim dan belum sepenuhnya tangguh secara struktural.

Kekeringan dan Kebakaran Lahan, Dua Dampak Nyata El Nino

Menurut Erwin Friadi, SP, MM, Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Barito Timur, El Nino yang menguat dari pertengahan 2023 hingga awal 2024 menyebabkan penurunan curah hujan yang drastis. Dampaknya tidak hanya berupa kekeringan, tetapi juga kebakaran lahan di sejumlah wilayah. Hal ini menyebabkan tidak optimalnya masa tanam dan panen, serta kerugian hasil yang cukup signifikan. Dalam wawancara via telepon WhatsApp pada 5 Mei 2025, Erwin menegaskan bahwa ketergantungan pada kondisi cuaca seperti ini tidak bisa terus-menerus dipertahankan.

Langkah Strategis: Optimalisasi Lahan dan Cetak Sawah Baru

Menanggapi tantangan tersebut, Dinas Pertanian setempat tidak tinggal diam. Upaya optimalisasi lahan menjadi langkah strategis yang kini tengah digalakkan. Inapriani, S.Pi, MM, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana, sebelumnya menyampaikan bahwa pada tahun 2024 telah berhasil dioptimalkan 1.500 hektare lahan yang seluruhnya telah rampung. Sementara untuk tahun 2025, ditargetkan optimalisasi 1.000 hektare dan pencetakan sawah baru seluas 400 hektare di tiga kecamatan: Dusun Timur, Pematang Karau, dan Raren Batuah.

Program ini menjadi semacam pernyataan bahwa adaptasi terhadap krisis iklim harus dibarengi dengan intervensi langsung di lapangan—bukan hanya dalam bentuk bantuan, tetapi juga dalam bentuk restrukturisasi sistem produksi pertanian yang lebih berkelanjutan.

Harapan Baru di Tengah Ketidakpastian Iklim

Meski cuaca ekstrem bisa datang kapan saja, strategi jangka panjang seperti pencetakan sawah baru dan optimalisasi lahan memberi harapan. Jika konsisten dilakukan dan didukung oleh teknologi pertanian serta manajemen air yang baik, maka produksi padi ke depan bisa kembali meningkat. Harapan ini disampaikan langsung oleh Erwin dan Inapriani, yang optimistis bahwa program tahun 2025 ini akan memperbaiki tren produksi yang sempat menurun.

Kisah Barito Timur adalah potret banyak wilayah pertanian di Indonesia saat ini—berjuang melawan cuaca, sambil perlahan membangun kemandirian dan ketahanan sistem pangan lokal.