Perdagangan pangan nasional awal pekan ini dibuka dengan kabar positif. Mayoritas harga pangan menunjukkan tren penurunan yang menandakan adanya stabilisasi pasokan di pasar. Dari dua belas komoditas utama yang dipantau oleh Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), delapan di antaranya mengalami penurunan harga. Fenomena ini menjadi sinyal baik bagi konsumen, sekaligus mencerminkan kerja sama rantai distribusi pangan yang semakin efisien. Namun di balik tren harga yang menurun, terdapat tantangan lain yang harus terus diantisipasi, termasuk penguatan produksi dalam negeri agar stabilitas harga ini dapat terjaga dalam jangka panjang.

Penurunan Harga Terbesar Dialami Bawang Merah

Dari semua komoditas yang mengalami penurunan, bawang merah mencatat penurunan harga paling signifikan. Harga komoditas ini turun sebesar 4,04% atau Rp1.843/kg dari sebelumnya Rp45.589/kg menjadi Rp43.746/kg. Penurunan ini bisa jadi disebabkan oleh peningkatan pasokan dari daerah sentra produksi setelah masa panen, sekaligus stabilnya distribusi pasca-libur panjang. Selain itu, permintaan yang cenderung landai pada awal pekan turut berkontribusi menekan harga.

Harga Ayam, Gula, dan Minyak Goreng Ikut Terkoreksi

Daging ayam ras juga mengalami koreksi harga sebesar 1,21% atau Rp441/kg, kini dipatok di angka Rp35.891/kg. Penurunan ini sejalan dengan dinamika siklus mingguan permintaan konsumen. Selain ayam, komoditas lain seperti bawang putih, gula pasir, dan minyak goreng juga turun harga. Harga bawang putih kini Rp44.666/kg, turun 1,19%; gula pasir menjadi Rp18.457/kg, turun 0,80%; sementara minyak goreng turun 0,75% menjadi Rp20.517/kg. Penurunan harga-harga ini mencerminkan keseimbangan antara stok dan permintaan serta kemungkinan adanya subsidi atau intervensi pasar oleh pemerintah.

Telur dan Beras Mengalami Penurunan Ringan

Harga telur ayam ras juga mengalami penurunan sebesar 0,56%, menjadi Rp29.139/kg. Sementara itu, dua varian beras yang menjadi konsumsi utama masyarakat pun menunjukkan penurunan harga: beras medium turun 0,15% menjadi Rp13.717/kg dan beras premium turun 0,07% menjadi Rp15.579/kg. Meskipun turunnya relatif kecil, pergerakan ini menjadi indikator positif akan stabilitas pasokan pangan pokok di tingkat konsumen.

Cabai dan Daging Sapi Masih Mengalami Kenaikan

Di sisi lain, tidak semua komoditas mencatat penurunan. Harga cabai, baik cabai merah besar, cabai rawit, maupun cabai merah keriting justru mengalami kenaikan cukup signifikan. Cabai merah keriting tercatat naik 3,10% menjadi Rp58.949/kg, cabai rawit naik 2,26% menjadi Rp82.012/kg, dan cabai merah besar naik 0,31% menjadi Rp52.787/kg. Kenaikan ini kemungkinan besar dipicu oleh faktor cuaca yang memengaruhi panen serta rantai distribusi cabai yang dikenal sensitif terhadap kondisi geografis. Sementara itu, harga daging sapi juga mengalami kenaikan ringan sebesar 0,25%, menjadi Rp136.849/kg.

Upaya Swasembada Gula Nasional Terus Diperkuat

Di tengah dinamika harga pangan, PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) terus memperkuat program strategis untuk mendukung target swasembada gula konsumsi nasional pada tahun 2027. Tahun ini, SGN menargetkan produksi mencapai 1,01 juta ton gula dengan produktivitas tebu rata-rata sebesar 73,24 ton per hektare. Untuk mewujudkan target tersebut, SGN mengimplementasikan berbagai strategi, mulai dari percepatan bongkar ratoon, penataan organisasi petani tebu, digitalisasi ekosistem tebu rakyat, hingga peluncuran varietas unggul.

Program inkubasi “Agripreneur Tebu” juga digagas sebagai bentuk regenerasi dan penguatan kapasitas petani muda agar sektor tebu memiliki keberlanjutan di masa depan. Langkah ini mencerminkan pendekatan menyeluruh, tidak hanya dari sisi produksi, tetapi juga dalam membangun ekosistem pertanian yang adaptif terhadap perubahan zaman.

Keseimbangan Pasar dan Ketahanan Pangan Berkelanjutan

Stabilitas harga pangan di awal pekan ini merupakan sinyal positif, namun bukan jaminan permanen. Diperlukan koordinasi berkelanjutan antara pemerintah, pelaku usaha, dan petani untuk menjaga keseimbangan pasokan dan distribusi. Perhatian terhadap produksi dalam negeri, seperti yang dilakukan SGN, menjadi kunci untuk menghindari ketergantungan pada impor dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Ke depan, tantangan akan tetap ada, tetapi dengan strategi yang tepat, harga pangan dapat terus dikendalikan tanpa mengorbankan kesejahteraan petani maupun aksesibilitas konsumen.