
Krisis pangan global semakin nyata dengan melonjaknya harga beras dan kelangkaan stok di beberapa negara Asia, seperti Jepang, Malaysia, dan Filipina. Fenomena ini menjadi peringatan bagi Indonesia untuk segera memperkuat ketahanan pangan guna menghindari kondisi serupa. Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman, menegaskan bahwa stabilitas pangan adalah faktor utama dalam menjaga ketahanan ekonomi dan sosial negara. Dengan cadangan yang cukup serta sistem distribusi yang kuat, Indonesia diharapkan mampu menjadi contoh bagi negara lain dalam mengelola sektor pangan.
Jepang Hadapi Lonjakan Harga Beras Hingga 82%
Jepang, negara yang selama ini dikenal memiliki sistem ketahanan pangan yang baik, kini harus melepaskan cadangan daruratnya akibat lonjakan harga beras yang mencapai 82% dalam setahun. Harga beras di negara tersebut yang sebelumnya berkisar 2.023 yen (Rp215 ribu) per kilogram, kini meningkat drastis menjadi 3.688 yen (Rp393 ribu) per kilogram. Kenaikan ini dipicu oleh gelombang panas ekstrem yang menghambat produksi serta distribusi beras. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemerintah Jepang melepaskan 210 ribu ton beras dari total cadangan satu juta ton guna menstabilkan harga di pasar domestik.
Lonjakan harga ini menjadi sinyal bahwa perubahan iklim bisa berdampak serius terhadap produksi pangan, bahkan bagi negara yang memiliki sistem pertanian canggih sekalipun. Jepang yang selama ini mengandalkan ketahanan pangan dalam negeri akhirnya harus menghadapi tantangan besar dalam memastikan ketersediaan beras bagi warganya.
Malaysia Dilanda Kelangkaan Beras, Masyarakat Panik
Di Malaysia, kelangkaan beras lokal menimbulkan kepanikan di masyarakat. Menipisnya pasokan beras menyebabkan lonjakan harga yang signifikan, sementara harga beras impor yang lebih mahal semakin membebani rakyat. Akibatnya, gelombang protes pun bermunculan, terutama di media sosial, di mana masyarakat menuntut pemerintah agar segera mengambil tindakan nyata untuk menstabilkan stok pangan nasional.
Situasi ini menunjukkan bahwa ketergantungan pada impor bukanlah solusi jangka panjang bagi suatu negara. Malaysia yang selama ini mengandalkan beras dari luar negeri kini harus berhadapan dengan ketidakpastian pasokan akibat berbagai faktor global, termasuk kebijakan ekspor negara produsen dan gangguan cuaca ekstrem.
Filipina Tetapkan Status Darurat Pangan
Filipina mengambil langkah drastis dengan menetapkan status darurat ketahanan pangan sejak awal Februari 2025. Langkah ini diambil setelah inflasi harga beras di negara tersebut mencapai 24,4%—angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Kenaikan harga yang drastis ini disebabkan oleh berkurangnya pasokan dari negara-negara eksportir serta meningkatnya permintaan domestik.
Sebagai negara yang bergantung pada impor beras, Filipina menjadi sangat rentan terhadap fluktuasi harga global. Krisis pangan yang terjadi di negara tersebut menjadi pengingat bahwa kedaulatan pangan harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan nasional.
Indonesia Perkuat Produksi Pangan untuk Hindari Krisis
Menanggapi kondisi yang terjadi di berbagai negara, Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa Indonesia harus memperkuat produksi pangan dalam negeri guna menghindari ketergantungan pada impor. Pemerintah telah menyiapkan strategi dengan memastikan cadangan beras yang cukup serta mengoptimalkan distribusi agar harga tetap stabil.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa harga beras di Indonesia sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada Februari 2024, dengan harga di tingkat penggilingan mencapai Rp14.274 per kilogram. Melihat tren ini, pemerintah mengambil langkah cepat dengan menginstruksikan Perum Bulog untuk menyerap tiga juta ton beras dari petani dengan harga pembelian gabah Rp6.500 per kilogram dan beras Rp12 ribu per kilogram.
Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan stok pangan nasional tetap terjaga dan harga tetap terkendali di pasaran. Selain itu, langkah ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dengan memberikan harga yang layak bagi hasil panen mereka.
Pangan sebagai Isu Strategis Nasional
Krisis pangan yang melanda beberapa negara Asia menunjukkan bahwa sektor pangan bukan sekadar urusan ekonomi, tetapi juga menyangkut stabilitas sosial dan politik suatu negara. Badan Pangan Dunia (FAO) melaporkan bahwa lebih dari 864 juta orang di dunia mengalami kerawanan pangan parah pada 2024, dengan Asia dan Afrika menjadi wilayah terdampak utama.
Perubahan iklim, konflik geopolitik, serta ketidakstabilan ekonomi global menjadi faktor utama yang memperburuk kondisi pangan dunia. Oleh karena itu, Indonesia perlu terus memperkuat ketahanan pangan dengan menggenjot produksi dalam negeri, meningkatkan efisiensi distribusi, serta mengoptimalkan program swasembada pangan guna menghindari krisis seperti yang terjadi di negara-negara tetangga.
Dengan berbagai langkah strategis yang telah disiapkan, Indonesia diharapkan dapat menjaga stabilitas pangan nasional dan menjadi contoh bagi negara lain dalam menghadapi tantangan global di sektor pertanian dan ketahanan pangan.