
Proses penyerapan gabah hasil panen petani oleh Perum Bulog dan Penggilingan Padi kini mengalami perubahan yang cukup signifikan dibandingkan sebelumnya. Keputusan Badan Pangan Nasional No. 14/2025 yang mencabut Lampiran Keputusan Badan Pangan Nasional No. 2/2025 menjadi penanda adanya semangat baru dalam mekanisme penyerapan gabah petani. Dengan dicabutnya aturan lama, kini Perum Bulog dan Penggilingan Padi wajib menyerap gabah petani tanpa memperhitungkan kadar air dan kadar hampa, dengan harga tetap Rp6.500 per kilogram. Perubahan kebijakan ini membawa dampak besar bagi petani, pengusaha penggilingan, serta pemerintah dalam menjaga stabilitas pangan nasional.
Aturan Baru: Satu Harga untuk Semua Gabah
Sebelumnya, pembelian gabah oleh pemerintah diatur dengan ketat berdasarkan kadar air dan kadar hampa, yang kemudian menentukan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Petani yang tidak bisa memenuhi standar tersebut terpaksa menjual gabah dengan harga lebih rendah akibat adanya potongan harga atau rafaksi. Namun, dengan kebijakan baru ini, berapa pun kadar air dan kadar hampa gabah, Perum Bulog dan Penggilingan Padi tetap wajib membeli dengan harga Rp6.500 per kg.
Bagi petani, aturan ini merupakan kabar baik karena mereka tidak lagi harus khawatir dengan kualitas gabah yang dihasilkan. Petani tidak akan mengalami penurunan harga akibat kadar air yang tinggi atau kadar hampa yang berlebihan. Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat menghilangkan praktik permainan harga oleh tengkulak yang sering kali merugikan petani saat panen raya.
Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga menimbulkan tantangan baru, terutama bagi Perum Bulog dan pengusaha penggilingan padi yang harus menyesuaikan sistem penyimpanan dan pengolahan gabah yang kualitasnya lebih bervariasi dari sebelumnya.
Dampak terhadap Perum Bulog dan Penggilingan Padi
Perubahan aturan ini menempatkan Perum Bulog dalam posisi yang cukup sulit. Dengan tidak adanya persyaratan kualitas dalam pembelian gabah, Bulog kini harus menghadapi tantangan besar dalam penyimpanan dan pengolahan. Gabah dengan kadar air tinggi lebih rentan terhadap kerusakan dan pembusukan jika tidak segera dikeringkan. Sementara itu, kapasitas gudang penyimpanan yang dimiliki Bulog juga terbatas, sehingga memerlukan strategi yang lebih efektif dalam menangani stok gabah yang diserap.
Masalah ini akan semakin kompleks jika panen raya berlangsung bersamaan dengan musim hujan. Curah hujan yang tinggi akan membuat petani kesulitan mengeringkan gabah secara alami karena sinar matahari yang minim. Di sisi lain, fasilitas pengeringan gabah (dryer) masih sangat terbatas, baik di tingkat petani maupun di tingkat penggilingan. Jika gabah dengan kadar air tinggi disimpan tanpa perlakuan khusus, maka kualitas beras yang dihasilkan bisa menurun, bahkan berpotensi menyebabkan kerugian besar bagi Bulog.
Bagi pengusaha penggilingan padi, aturan ini juga membawa tantangan tersendiri. Gabah dengan kualitas beragam akan membutuhkan proses pengolahan tambahan agar menghasilkan beras dengan standar yang layak dikonsumsi. Hal ini tentu akan menambah biaya produksi, terutama bagi penggilingan kecil yang belum memiliki peralatan pengering dan pemrosesan yang memadai.
Peran Penting Penyuluh Pertanian dalam Meningkatkan Kualitas Gabah
Untuk mengatasi berbagai tantangan yang muncul akibat kebijakan baru ini, diperlukan peran aktif dari Penyuluh Pertanian dalam memberikan edukasi kepada petani tentang pentingnya menjaga kualitas gabah. Penyuluh tidak hanya bertugas membantu petani dalam meningkatkan produksi, tetapi juga harus memberikan pemahaman mengenai penanganan pascapanen yang baik agar gabah yang dihasilkan tetap memiliki nilai jual yang tinggi.
Sinergi antara Penyuluh Pertanian dan Petugas Lapangan Perum Bulog menjadi langkah penting yang harus segera diterapkan. Petani perlu diberikan pemahaman tentang teknik pengeringan gabah yang efektif dan efisien, serta pentingnya menjaga kebersihan dan kualitas hasil panen agar dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Selain itu, pemerintah juga harus berperan aktif dalam menyediakan fasilitas dan alat pengering gabah yang lebih luas. Program bantuan alat dan mesin pertanian (Alsintan) sebaiknya tidak hanya berfokus pada alat peningkatan produksi seperti traktor, tetapi juga mencakup alat pengering sederhana yang dapat dioperasikan oleh petani sendiri. Dengan demikian, kualitas gabah dapat tetap terjaga meskipun panen terjadi di musim hujan.
Kolaborasi Antar Lembaga untuk Stabilitas Pangan Nasional
Mengingat besarnya target penyerapan gabah yang ditetapkan pemerintah, yakni setara dengan 3 juta ton beras, diperlukan koordinasi yang matang antara berbagai pihak, mulai dari Kementerian Pertanian, Perum Bulog, Badan Pangan Nasional, hingga pengusaha penggilingan padi.
Kolaborasi antar lembaga ini harus mencakup perencanaan yang matang dalam hal penyimpanan, distribusi, serta strategi pengelolaan stok pangan nasional. Jika tidak diantisipasi dengan baik, kebijakan ini justru bisa menjadi bumerang bagi pemerintah dan menimbulkan permasalahan baru dalam sektor pertanian dan pangan.
Dengan berbagai tantangan yang ada, penerapan kebijakan “satu harga” gabah ini perlu diiringi dengan langkah-langkah strategis untuk menjaga kualitas beras yang dihasilkan. Jika semua pihak dapat bekerja sama dengan baik, maka kebijakan ini berpotensi menjadi solusi jangka panjang bagi kesejahteraan petani sekaligus menjaga ketahanan pangan nasional.