Pramono, pemilik UD Pramono Boyolali, memilih menutup usahanya karena ketidakmampuannya untuk melunasi tanggungan pajak. Pramono, yang selama ini menjadi pengepul susu sapi di Desa Singosari, Boyolali, mengaku pasrah menghadapi situasi tersebut. Akibat pembekuan rekeningnya oleh kantor pajak, uang sebesar Rp 670 juta yang ada di rekening BUMN tak bisa dicairkan, meskipun sebagian dari dana tersebut merupakan hasil penjualan susu dari 1.300 peternak sapi perah yang menjadi mitranya.

Pramono dikenal konsisten membeli susu dari peternak dengan harga tinggi, bahkan mau menampung susu dari sapi yang sakit meskipun harus dibuang. Dia juga memberikan kredit tanpa bunga untuk membantu para peternak. Kini, dengan usaha yang ditutup, para peternak terancam kehilangan akses penjualan dan kemudahan-kemudahan yang selama ini diberikan oleh Pramono.

Permasalahan pajak yang dihadapi Pramono bermula pada 2020, ketika kantor pajak memberikan tagihan atas pajak tahun 2018 yang awalnya mencapai Rp 2 miliar. Setelah berbagai negosiasi, Pramono sempat membayar Rp 200 juta pada tahun itu, namun pada 2024, kantor pajak kembali menagihnya untuk membayar Rp 110 juta sebagai penyelesaian. Meskipun Pramono menghargai usaha kantor pajak dalam mencari solusi, beban yang telah ia tanggung selama beberapa tahun terakhir membuatnya merasa sudah tak mampu melanjutkan usahanya lagi.

Harapan Solusi Progresif dari Pemerintah dan Otoritas Pajak

Ketua Umum Gerakan Peduli Tani Nelayan, Harmanto, mengungkapkan keprihatinannya atas situasi yang dialami oleh Pramono, pemilik UD Pramono Boyolali, dan menekankan pentingnya dukungan dan kebijakan yang responsif terhadap pelaku usaha di sektor agrikultur yang menjadi jantung ketahanan pangan masyarakat.

Harmanto berharap pemerintah dan otoritas pajak dapat memberikan solusi progresif, misalnya melalui program penghapusan denda atau restrukturisasi pembayaran pajak, bagi para pelaku usaha kecil seperti Pramono yang sudah berkontribusi besar terhadap kesejahteraan peternak.

“Kasus Pramono mengingatkan kita akan pentingnya kebijakan fiskal yang tidak hanya mencari penerimaan negara, tetapi juga mendukung keberlanjutan usaha lokal dan stabilitas pangan. Kami berharap pemerintah segera meninjau ulang dan menghadirkan kebijakan yang lebih bijaksana untuk mendukung usaha rakyat ini,” tutup Harmanto.