
Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengungkapkan tantangan utama dalam implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan piutang macet UMKM, yakni kewajiban restrukturisasi sebelum penghapusan dapat dilakukan. Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (30/4), yang mengangkat agenda evaluasi pelaksanaan penghapusan piutang macet kepada UMKM.
Restrukturisasi Tak Efisien untuk Piutang Kecil
Menurut Menteri Maman, skema restrukturisasi idealnya diterapkan pada piutang dengan nominal besar. Namun, untuk debitur dengan nilai hutang kecil, biaya restrukturisasi justru bisa lebih besar dari piutangnya sendiri. “Karena ada kewajiban harus direstrukturisasi, ini yang menjadi rumit dalam menghapus tagihan UMKM,” ujar Maman.
Data per 11 April 2025 menunjukkan, penghapusan piutang yang telah terealisasi senilai Rp486,10 miliar untuk 19.375 debitur. Sementara itu, potensi hapus tagih yang lebih luas masih terhambat oleh persyaratan restrukturisasi—dari total 1.097.155 debitur senilai Rp14,8 triliun, hanya 67.668 debitur dengan nilai Rp2,7 triliun yang memenuhi syarat.
Dorongan Revisi Regulasi dan Aturan Turunan
Menteri Maman mengapresiasi hadirnya regulasi baru dalam bentuk UU Nomor 1 Tahun 2025 (Perubahan Ketiga atas UU BUMN), yang membuka peluang penghapusan piutang tanpa syarat restrukturisasi seperti tertuang dalam Pasal 62D, E, dan H. Ia menekankan perlunya aturan turunan dalam bentuk Peraturan Menteri BUMN dan mekanisme persetujuan oleh Danantara agar pelaksanaan bisa lebih cepat dan luas.
Menteri Maman juga mencatat bahwa kendala ketersediaan plafon anggaran di internal BUMN, seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI), telah diselesaikan pasca-RUPS. Namun, ia mengingatkan bahwa proses pergantian Direksi tetap harus diantisipasi agar tidak menghambat persetujuan lanjutan dari OJK.
Sorotan Terhadap Praktik Penyaluran KUR
Dalam rapat tersebut, beberapa anggota DPR turut menyoroti praktik perbankan yang masih meminta agunan tambahan untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) di bawah Rp100 juta. Padahal, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 secara tegas menyatakan bahwa KUR dalam batas tersebut tidak membutuhkan agunan.
“Mereka datang ke bank itu bahagia, mereka pikir ada perubahan aturan boleh pinjam Rp100 juta tidak pakai agunan. Ternyata bukan hanya persoalan jaminan, proses administrasi juga masih tetap sulit,” kata Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay.
Menteri Maman mengakui temuan tersebut dan menyatakan bahwa Kementerian UMKM telah meningkatkan pengawasan hingga ke tingkat regional, karena selama ini evaluasi hanya dilakukan di tingkat nasional. Bila terbukti ada pelanggaran, seperti penyalur meminta agunan tambahan, maka subsidi bunga KUR akan dicabut dari lembaga penyalur tersebut.
Satgas Khusus Kawal Program KUR
Sebagai langkah pengawasan lebih lanjut, Menteri Maman mengumumkan pembentukan Satgas Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM. Satgas ini akan mengawal pelaksanaan program KUR dan menindak setiap penyimpangan di lapangan.
“Ini penting untuk memastikan bahwa program pembiayaan seperti KUR benar-benar pro rakyat kecil dan tidak disalahgunakan oleh lembaga penyalur,” tegasnya.
Langkah-langkah ini, diharapkan mampu menciptakan sistem pembiayaan yang lebih adil, efisien, dan benar-benar berpihak kepada pelaku UMKM di Indonesia.