Di tengah meningkatnya kebutuhan terhadap pangan lokal yang tangguh terhadap perubahan iklim, nanas menjadi salah satu komoditas hortikultura yang mulai banyak dilirik sebagai solusi alternatif. Salah satu varietas yang kini semakin menarik perhatian adalah nanas bagong, sebuah varietas lokal yang berkembang di wilayah lereng Gunung Wilis, Jawa Timur, namun kini menyebar luas hingga berbagai daerah, termasuk Bantul, Yogyakarta. Dengan cita rasa manis-asam yang khas, ukuran buah yang besar, serta daya tahan tinggi terhadap cuaca ekstrem, nanas bagong tak hanya menjadi buah konsumsi segar yang lezat, tetapi juga komoditas strategis yang potensial dikembangkan di lahan kering. Salah satu penggerak budidaya nanas bagong di luar daerah asalnya adalah Aipda Tri Asih, seorang anggota kepolisian yang tinggal di Bantul. Lewat upaya mandiri dan kolaborasi dengan warga sekitar, ia membuktikan bahwa tanaman ini mampu berkembang dan memberikan nilai ekonomi di luar habitat aslinya. Keberhasilan Aipda Tri Asih juga menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk melihat pertanian sebagai solusi konkret dalam membangun ketahanan pangan dari skala rumah tangga.

Ciri Khas dan Keunggulan Nanas Bagong

Nanas bagong dikenal dengan bentuk buahnya yang besar dan padat, memiliki kulit kuning kehijauan dengan mata buah yang dangkal sehingga mudah dikupas. Rasa buahnya cenderung manis dengan sedikit sentuhan asam yang menyegarkan, menjadikannya cocok dikonsumsi langsung maupun diolah menjadi berbagai produk seperti selai, sari buah, hingga manisan. Keunggulan lainnya adalah daya tahan buah yang cukup lama, bahkan tanpa pendinginan khusus, sehingga sangat mendukung proses distribusi ke pasar yang lebih luas.

Menurut Aipda Tri Asih, yang telah menanam ratusan batang nanas bagong di pekarangan dan lahan miliknya, kelebihan tanaman ini terletak pada kemudahan perawatan. “Tidak perlu lahan luas atau air banyak, yang penting sinar matahari cukup dan lahannya tidak tergenang. Ini sangat cocok untuk lingkungan Bantul yang masih punya banyak pekarangan tidak terpakai,” jelasnya.

Budidaya yang Efisien di Lahan Marginal

Salah satu alasan utama nanas bagong menjadi primadona baru adalah karena efisiensi budidayanya. Tanaman ini tidak memerlukan banyak air, tahan terhadap cuaca panas, dan tidak memerlukan lahan subur seperti padi atau sayuran. Artinya, petani dapat memanfaatkan lahan-lahan marginal atau pekarangan untuk menanam nanas bagong. Proses penanaman juga relatif sederhana, dimulai dari stek mahkota atau tunas samping, yang biasanya ditanam di lubang berjarak sekitar 60×60 cm.

Aipda Tri Asih membuktikan bahwa nanas bagong bisa tumbuh dengan baik bahkan di tanah perbukitan kering yang sebelumnya dianggap tidak produktif. Ia memulai dari puluhan batang dan kini berkembang menjadi ratusan. “Awalnya untuk konsumsi sendiri, tapi ternyata banyak tetangga dan teman tertarik. Sekarang malah sudah mulai saya olah jadi minuman segar dan keripik,” ujarnya sambil tersenyum.

Peluang Pasar dan Potensi Nilai Tambah

Di tengah meningkatnya permintaan buah segar berkualitas lokal, nanas bagong mulai menunjukkan eksistensinya di berbagai pasar tradisional dan modern. Rasa unik dan tampilannya yang menarik menjadikan nanas ini disukai oleh berbagai segmen konsumen. Selain pasar domestik, beberapa pelaku agribisnis juga mulai menjajaki peluang ekspor, terutama ke negara-negara di Asia dan Timur Tengah yang memiliki minat tinggi terhadap buah tropis.

Bagi Aipda Tri Asih, keunggulan nanas bagong tidak hanya terletak pada buahnya, tapi juga peluang untuk memberdayakan masyarakat sekitar. Ia mulai mengajak warga untuk menanam bersama, serta mempelajari cara membuat produk olahan sederhana. “Yang penting itu kita punya niat. Dari buah segar bisa kita buat jus, selai, bahkan cuka nanas. Semua bisa dikerjakan dari rumah,” kata dia.

Dukungan Komunitas dan Peran Individu

Keberhasilan budidaya nanas bagong di Bantul tidak lepas dari inisiatif individu seperti Aipda Tri Asih yang memulai dari nol, tanpa latar belakang pertanian, tetapi punya kemauan untuk belajar dan berbagi. Ia menjadi contoh nyata bahwa siapa pun bisa memulai langkah kecil dalam mendukung ketahanan pangan dan ekonomi lokal.

Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pertanian skala rumah tangga, Aipda Tri Asih berharap semakin banyak masyarakat yang tergerak untuk menanam. “Kalau satu rumah punya lima batang saja, itu sudah cukup untuk konsumsi satu keluarga dalam setahun. Bayangkan kalau seribu rumah di Bantul menanam,” ujarnya penuh semangat.

Nanas Bagong Sebagai Solusi Pangan Masa Depan

Nanas bagong bukan sekadar buah, tapi simbol ketahanan dan kemandirian. Di tangan warga seperti Aipda Tri Asih, komoditas ini berubah menjadi sumber penghidupan, pemberdayaan, dan inspirasi. Ia menunjukkan bahwa pertanian bukan hanya milik petani besar atau daerah subur saja, melainkan bisa tumbuh dari halaman rumah, dari tekad sederhana untuk memberi makan dan berbagi. Budidaya nanas bagong membuka jalan baru bagi pertanian yang berdaya, ramah lingkungan, dan menyatu dengan kehidupan sehari-hari. Sebuah solusi pangan masa depan yang bisa dimulai dari sekarang, oleh siapa saja.