
Jakarta – Dalam beberapa tahun terakhir, ikan invasif red devil (Amphilophus citrinellus) menghebohkan masyarakat Indonesia karena ledakan populasinya di Danau Toba. Ikan agresif asal Nikaragua ini telah merusak ekosistem setempat dengan perilakunya yang karnivora dan kemampuannya memangsa ikan-ikan kecil.
Untuk memahami lebih lanjut dampak spesies invasif ini, tim dosen dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University melakukan penelitian intensif dari April hingga Oktober 2024 melalui program Dosen Pulang Kampung (Dospulkam).
Tim yang terdiri dari Prof. Jonson Lumban-Gaol, Prof. Vincentius V. Siregar, Dr. Charles P. H. Simanjuntak, dan Dr. Dinar Tri Soelistyowati menemukan bahwa ikan red devil berkembang pesat di perairan Danau Toba. Menurut Dr. Charles, ikan ini mampu memperluas populasinya dengan cepat karena tidak ada predator alami yang mengendalikan pertumbuhannya, sehingga ikan red devil bisa mendominasi rantai makanan di ekosistem tersebut.
Karakteristik Agresif Ikan Red Devil
Ikan red devil memiliki sifat omnivora dengan kecenderungan karnivora, yang memungkinkannya memanfaatkan berbagai jenis makanan yang ada di Danau Toba, termasuk memakan anak-anak ikan dari spesies lain. Sifatnya yang agresif dan kemampuan untuk membangun teritori serta menjaga sarang sepanjang tahun membuat tingkat reproduksi ikan ini sangat tinggi.
“Ikan red devil bersifat agresif, menjaga teritorinya, dan memijah sepanjang tahun, sehingga rekrutmennya sangat cepat,” ujar Dr. Charles dari IPB University. Masyarakat di sekitar Danau Toba cenderung tidak menyukai ikan ini karena durinya yang tajam dan dagingnya yang tipis, sehingga ikan red devil lebih sering dijadikan pakan ternak.
Meski ada upaya untuk mengolah ikan red devil menjadi produk makanan seperti bakso ikan dan kerupuk ikan, pemanfaatan ini masih terbatas. Kurangnya pemanfaatan untuk kebutuhan sehari-hari turut mendukung pertumbuhan populasi yang terus meningkat.
Kajian untuk Pengendalian Populasi dan Potensi Ekonomi
Tim peneliti berencana melakukan kajian lebih lanjut, tidak hanya dari aspek bioekologi tetapi juga mengenai strategi pengendalian populasi ikan red devil dan interaksi dengan spesies ikan asli di Danau Toba. Dr. Charles menambahkan bahwa pemanfaatan ikan red devil sebagai sumber protein hewani dapat mendukung upaya pengurangan angka stunting di wilayah sekitar Danau Toba, yang menjadi nilai tambah potensial bagi masyarakat setempat.
“Kami akan fokus pada pengendalian populasi ikan red devil, interaksi antarpopulasi ikan penghuni Danau Toba, serta memanfaatkan ikan red devil untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di sekitar Danau Toba,” terang Dr. Charles.
Ditemukannya Ikan Batak dan Spesies Asli Lainnya
Selama survei, tim dosen IPB University menemukan bahwa ikan red devil adalah spesies yang paling melimpah di semua titik penelitian. Selain itu, mereka juga berhasil menemukan ikan Batak (Neolissochilus soro) dan ikan manggabai (Glossogobius giuris), yang merupakan spesies asli Danau Toba.
Temuan yang tak kalah penting adalah keberadaan ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis) di beberapa anak sungai Danau Toba. Ikan ini sebelumnya dianggap telah punah sejak 2016, namun muncul kembali dalam penelitian kali ini, yang memberikan harapan bagi keberlanjutan spesies asli Danau Toba.
Penelitian ini merupakan langkah awal dalam mengatasi masalah ledakan populasi ikan invasif red devil dan menjaga keberlanjutan ekosistem Danau Toba. Upaya ini diharapkan dapat memberikan solusi berkelanjutan bagi ekosistem perairan Danau Toba sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.