Samarinda, 29 April 2025 — Pemanasan global bukan hanya disebabkan oleh kendaraan bermotor dan industri berat. Sektor peternakan juga menjadi salah satu penyumbang utama emisi gas rumah kaca, terutama melalui produksi gas metana dari hewan ternak. Hal ini disampaikan oleh Ihyan Nizam, S.Pt., M.Si. dari Dinas Peternakan Kalimantan Timur dalam program Mozaik Indonesia di RRI Samarinda.

Menurut Ihyan, emisi metana yang berasal dari peternakan hewan ruminansia seperti sapi, kambing, dan ayam tidak boleh dianggap remeh. Proses biologis yang terjadi dalam perut hewan-hewan ini, yang dikenal sebagai enteric fermentation, menghasilkan gas metana ketika mikroorganisme menguraikan makanan. Gas tersebut kemudian dilepaskan melalui sendawa hewan.

“Selain dari proses pencernaan, gas metana juga dihasilkan dari kencing, kentut, dan kotoran ternak. Limbah yang tidak dikelola dengan baik akan diuraikan oleh bakteri anaerob dalam kolam penampungan, menghasilkan gas metana dalam jumlah besar,” jelas Ihyan.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa sektor peternakan tidak bisa serta-merta dihapuskan karena berkaitan erat dengan ketahanan pangan. Solusi justru harus difokuskan pada inovasi dan pengelolaan limbah yang berkelanjutan.

“Salah satu cara efektif untuk menekan emisi dari sektor peternakan adalah melalui pengelolaan limbah menggunakan teknologi biogas,” ujarnya.

Biogas memungkinkan limbah ternak dimanfaatkan kembali sebagai sumber energi terbarukan, sekaligus menurunkan jejak karbon. Dengan pengelolaan yang tepat, sektor peternakan tetap dapat berkontribusi pada pangan nasional tanpa menambah beban bagi lingkungan.

Ihyan juga menekankan pentingnya kesadaran publik terhadap jejak karbon sektor peternakan. “Jejak karbon dari peternakan itu nyata. Harus ada kesadaran kolektif dari masyarakat untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi ini. Kita tidak perlu mengorbankan ketahanan pangan, tapi harus cerdas dalam mengelola dampaknya,” pungkasnya.

Dengan meningkatnya suhu bumi dan cuaca ekstrem yang kini mulai dirasakan di berbagai belahan dunia, pengelolaan limbah ternak secara ramah lingkungan dinilai menjadi langkah konkret untuk menghadapi krisis iklim tanpa mengganggu produktivitas sektor pangan nasional.