Indonesia dikenal sebagai negara tropis yang kaya akan hasil pertanian, salah satunya adalah semangka. Buah menyegarkan ini tidak hanya digemari masyarakat karena rasanya yang manis dan kandungan air yang tinggi, tetapi juga memiliki potensi besar sebagai komoditas hortikultura ekspor. Dalam beberapa tahun terakhir, produksi semangka di Indonesia menunjukkan peningkatan yang konsisten. Lahan pertanian di berbagai daerah, mulai dari Jawa Timur, NTB, hingga Sulawesi, menjadi sentra produksi semangka dengan kualitas unggulan. Namun, seperti banyak komoditas hortikultura lainnya, semangka Indonesia masih menghadapi tantangan dalam upaya peningkatan daya saing di pasar global. Faktor seperti standar mutu, efisiensi rantai pasok, dan akses pasar ekspor menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Meski demikian, permintaan semangka dari pasar luar negeri terus tumbuh, terutama dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Timur Tengah. Dengan pengelolaan yang lebih terarah dan dukungan kebijakan yang kuat, semangka berpeluang menjadi komoditas ekspor unggulan dari sektor pertanian Indonesia.

Produksi Semangka Nasional: Melimpah dan Terdistribusi Luas

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi semangka Indonesia pada tahun 2022 mencapai lebih dari 600 ribu ton, yang tersebar di berbagai wilayah. Provinsi Jawa Timur dan NTB merupakan dua sentra produksi terbesar, menyusul kondisi iklim, kesuburan tanah, serta ketersediaan lahan yang mendukung budidaya semangka. Varietas semangka yang ditanam pun beragam, mulai dari semangka merah berbiji, semangka tanpa biji (seedless), hingga semangka kuning yang belakangan ini makin populer karena nilai jualnya yang lebih tinggi. Budidaya semangka juga cukup menjanjikan karena siklus panennya yang pendek, yakni sekitar 65–80 hari sejak tanam, sehingga petani dapat melakukan rotasi tanaman dan meningkatkan pendapatan dalam setahun.

Namun, sebagian besar produksi semangka masih ditujukan untuk konsumsi domestik, baik pasar tradisional maupun modern. Konsumsi semangka di dalam negeri terus meningkat, terutama di musim kemarau dan bulan Ramadan, ketika permintaan buah-buahan segar melonjak drastis. Ini menjadi kekuatan sekaligus tantangan: pasar domestik yang besar membuat sebagian pelaku usaha belum serius menjajaki pasar ekspor.

Potensi Ekspor Semangka: Pasar Timur Tengah dan Asia Siap Menyerap

Semangka Indonesia sebenarnya sudah mulai menembus pasar ekspor dalam beberapa tahun terakhir. Negara-negara tujuan utama adalah Malaysia, Singapura, Uni Emirat Arab, dan Qatar. Wilayah-wilayah ini memiliki permintaan tinggi terhadap buah segar, terutama semangka, karena kondisi iklim yang panas dan konsumsi buah yang tinggi. Keunggulan semangka Indonesia terletak pada rasa manis alami, kadar air yang tinggi, serta daya tahan yang cukup baik dalam perjalanan ekspor selama 7–14 hari.

Data dari Kementerian Pertanian mencatat bahwa ekspor semangka Indonesia pada 2023 tercatat sebesar lebih dari 5.000 ton dengan nilai ekspor mencapai USD 3 juta. Meski kontribusinya terhadap total ekspor hortikultura masih kecil, angka ini menunjukkan tren positif dan ruang pertumbuhan yang besar. Dibandingkan negara eksportir utama semangka seperti Meksiko dan Turki, Indonesia memiliki keunggulan geografis yang dekat dengan pasar Asia dan Timur Tengah, sehingga bisa menghemat biaya logistik dan menjaga kesegaran buah.

Tantangan: Mutu, Rantai Pasok, dan Konsistensi Produksi

Meski potensi besar dimiliki, ekspor semangka Indonesia masih terkendala oleh beberapa tantangan struktural. Pertama adalah soal mutu dan standar. Negara-negara importir mengharuskan produk semangka memenuhi standar ukuran, kadar kemanisan (brix), serta bebas dari hama dan residu pestisida. Untuk itu, budidaya semangka harus mengikuti prinsip Good Agricultural Practices (GAP), serta penanganan pascapanen yang higienis dan efisien.

Kedua, rantai pasok hortikultura di Indonesia masih menghadapi kendala logistik, terutama dalam penyediaan fasilitas cold chain dan pengemasan yang sesuai standar ekspor. Buah semangka berukuran besar dan mudah rusak jika tidak ditangani dengan benar, sehingga dibutuhkan infrastruktur dan SDM yang siap menangani ekspor secara profesional.

Ketiga, konsistensi produksi dalam hal kuantitas dan kualitas masih menjadi persoalan. Banyak petani semangka masih berskala kecil dan belum tergabung dalam kelembagaan tani yang kuat. Hal ini menyulitkan eksportir dalam mendapatkan suplai yang stabil, baik dari sisi volume maupun mutu.

Strategi Pemerintah dan Kolaborasi Pelaku Usaha

Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Hortikultura dan Badan Karantina Pertanian mulai memperkuat program peningkatan ekspor hortikultura. Salah satu pendekatannya adalah pembentukan kawasan sentra semangka berbasis ekspor yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Program pendampingan petani, penguatan koperasi tani, serta pemberian fasilitasi pelatihan ekspor menjadi bagian dari strategi ini.

Selain itu, kerja sama dengan pelaku swasta dan eksportir juga terus dibangun. Beberapa eksportir buah-buahan segar telah menjalin kemitraan dengan kelompok tani semangka di Jawa Timur dan NTB, membina petani dalam hal budidaya sesuai standar ekspor, serta membantu dalam penanganan pascapanen dan logistik pengiriman.

Pemerintah juga sedang membuka akses pasar baru melalui kerja sama dagang dengan negara-negara di Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika. Jika strategi ini dijalankan secara konsisten, maka ekspor semangka bisa berkembang pesat dalam lima tahun ke depan.

Masa Depan Semangka: Dari Komoditas Lokal ke Bintang Ekspor Tropis

Dengan pengelolaan yang tepat, semangka Indonesia dapat menjadi komoditas hortikultura ekspor andalan yang tidak hanya memberi nilai tambah ekonomi, tetapi juga memberdayakan petani lokal. Buah ini mudah dibudidayakan, memiliki pasar domestik yang kuat, dan permintaan global yang terus meningkat. Langkah selanjutnya adalah meningkatkan investasi dalam rantai pasok, memperkuat kelembagaan petani, serta memperluas promosi ekspor melalui pameran internasional dan kerja sama dagang bilateral.

Mendorong semangka sebagai komoditas ekspor juga berarti memperkuat ketahanan ekonomi nasional dari sektor pertanian. Di tengah ketidakpastian global, semangka bisa menjadi simbol bagaimana buah lokal yang sederhana bisa tampil di pasar dunia dengan membawa cerita, cita rasa, dan nilai ekonomi Indonesia.