Industri kelapa sawit tengah menghadapi tantangan serius, salah satunya adalah degradasi tanah yang mengancam produktivitas perkebunan. Kesuburan tanah yang semakin menurun serta toksisitas yang tinggi menjadi faktor utama yang dapat menghambat pertumbuhan kelapa sawit. Oleh karena itu, pendekatan baru dalam pengelolaan tanah sangat diperlukan untuk memastikan kelangsungan industri ini.

Peran Kesehatan Tanah dalam Keberlanjutan Sawit

Peneliti dari SMART Research Institute, Eka Lupitasari, menegaskan bahwa kesehatan tanah adalah faktor utama dalam mempertahankan hasil panen kelapa sawit. Jika tidak dikelola dengan baik, tanah yang rusak dapat menyebabkan penurunan produktivitas secara drastis.

“Tanah adalah salah satu aset terbesar di industri kelapa sawit. Tanpa kesehatan tanah yang baik, hasil panen akan terancam,” ujarnya dalam International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) 2025 di Bali Beach Convention, Bali.

Saat ini, industri sawit sedang mengalami transisi menuju pendekatan agroekologi, yaitu strategi pertanian yang tidak hanya berfokus pada produksi tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan. Pendekatan ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem perkebunan sawit dengan tetap mengoptimalkan hasil panen.

Integrasi Tata Kelola Biomassa untuk Keberlanjutan

Eka menyoroti pentingnya tata kelola biomassa dalam praktik agroekologi. Salah satu upaya utama adalah memanfaatkan sumber energi terbarukan dari biomassa kelapa sawit untuk meningkatkan kesehatan tanah dan mengurangi dampak lingkungan.

“Kita bisa mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kesehatan tanah. Ini bukan hanya tentang meningkatkan hasil panen, tetapi juga menyediakan jasa lingkungan yang vital,” jelasnya.

Sebagai contoh, tandan buah kosong yang merupakan limbah dari proses pengolahan sawit dapat didaur ulang dan dimanfaatkan untuk memperbaiki struktur serta kesuburan tanah. Selain itu, pemanfaatan kompos dan pupuk organik dari limbah sawit dapat menjadi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang dapat mempercepat degradasi tanah.

Langkah Konkret Menuju Transformasi Sawit Berkelanjutan

Untuk mencapai transformasi perkebunan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan, Eka mengusulkan beberapa langkah utama, yaitu:

  1. Rehabilitasi dan Perbaikan Tanah – Langkah ini mencakup pemulihan lahan dengan menanam tanaman penutup tanah, menerapkan sistem rotasi tanaman, serta memperkaya tanah dengan mikroba bermanfaat.
  2. Peningkatan Biodiversitas – Mendorong keberagaman tanaman di sekitar perkebunan sawit dapat membantu meningkatkan keseimbangan ekosistem serta mengurangi risiko degradasi tanah.
  3. Pengelolaan Limbah Biomassa – Memanfaatkan limbah sawit seperti tandan buah kosong dan pelepah sebagai pupuk organik untuk memperbaiki struktur tanah dan menjaga keseimbangan unsur hara.

Eka menekankan bahwa kajian mendalam tentang kesehatan tanah perlu dilakukan secara berkala untuk memastikan efektivitas strategi yang diterapkan. Dengan pendekatan yang lebih inovatif dan berbasis ilmu pengetahuan, industri kelapa sawit Indonesia memiliki peluang besar untuk berkembang secara lebih berkelanjutan.

ICOPE 2025: Mendorong Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan

International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) 2025 menjadi ajang penting bagi para ahli, peneliti, dan pemangku kepentingan dalam industri kelapa sawit untuk membahas berbagai tantangan lingkungan serta mencari solusi terbaik bagi keberlanjutan industri ini.

Konferensi ini diselenggarakan setiap dua tahun sekali dan merupakan hasil kerja sama antara Sinar Mas Agribusiness and Food, World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, dan CIRAD Prancis. Pada tahun 2025, ICOPE akan berlangsung di Bali Beach Convention, Sanur, Bali, pada 12-14 Februari.

Dengan berbagai inovasi dan strategi keberlanjutan yang dikembangkan, masa depan industri kelapa sawit Indonesia diharapkan dapat lebih ramah lingkungan dan tetap menjadi sektor unggulan dalam perekonomian nasional.